LUWU TIMUR — Ambisi membangun kawasan industri pengolahan nikel di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tengah menjadi sorotan publik.

Di balik besarnya investasi dan jargon industrialisasi hijau, terselip rangkaian peristiwa yang mempertemukan kepentingan korporasi global, pemerintah daerah, hingga isu tata kelola lahan publik.
Proyek yang berakar pada kerja sama antara PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd. ini kini memasuki babak baru dengan keterlibatan PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) sebagai pengembang kawasan industri di Malili — dan polemik sewa lahan milik Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
Awal Kolaborasi Vale dan Huayou
Kisah proyek ini dimulai pada 25 Agustus 2023 di Jakarta. Saat itu, Vale Indonesia dan Huayou Cobalt menandatangani perjanjian definitif pembangunan fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Sorowako.

Fasilitas ini dirancang menghasilkan hingga 60.000 ton nikel dan 5.000 ton kobalt per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) — bahan utama baterai kendaraan listrik.
“Langkah ini menjadikan Vale bagian dari solusi dekarbonisasi global,” ujar Febriany Eddy, CEO Vale Indonesia, kala itu.
Proyek tersebut menjadi bagian dari investasi Huayou senilai US$8,6 miliar di Indonesia, sebagaimana ditegaskan Desnee Naidoo, Presiden Komisaris Vale.
Lahirnya PT IHIP
Beberapa bulan sebelumnya, pada Juni 2023, Huayou Cobalt telah mendirikan PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) untuk menopang proyek HPAL Sorowako.
Kepemilikan saham IHIP terbagi antara Huaxing Nickel (Hong Kong) Company Limited (70%) dan PT Rimau Java Investama (30%).
Kemudian, pada Oktober 2023, Huayou menyiapkan investasi awal US$50 juta sebagai modal pembangunan kawasan industri di Kecamatan Malili.
Agar infrastruktur energi kawasan tersebut mandiri, dua anak usaha Rimau Group — PT Green Malili Unity Power dan PT Malili Unity Power — dibentuk untuk menyuplai kebutuhan listrik kawasan industri.

Tahap Konstruksi Proyek HPAL Sorowako
Dalam laporan resmi Huayou Cobalt di Shanghai Stock Exchange pada 29 Mei 2025, Sekretaris Dewan Li Rui memastikan proyek HPAL Sorowako “berjalan stabil” dan akan memasuki fase konstruksi pada 2026.
Nilai investasinya diperkirakan mencapai US$2 miliar, mencakup fasilitas utama HPAL, feed preparation plant, pelabuhan, jalan, hingga sarana penunjang.
Target penyelesaian penuh proyek ini dipatok untuk akhir 2027, sekaligus memperluas portofolio investasi Huayou di Indonesia, setelah sebelumnya terlibat dalam proyek serupa di Pomalaa bersama Vale dan Ford Motor Company.
Kerja Sama Pemkab Lutim dan PT IHIP
Dukungan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur terhadap proyek raksasa ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemkab Lutim dan PT IHIP pada 24 September 2025 di Jakarta Selatan.

Dalam dokumen resmi perjanjian disebutkan, kerja sama tersebut mencakup pemanfaatan tanah hak pengelolaan (HPL) milik Pemkab di Desa Harapan, Kecamatan Malili, seluas 394,5 hektare.
Lahan itu diketahui merupakan tanah kompensasi pembangunan PLTA Karebbe yang disepakati antara Pemkab dan PT Inco (kini Vale Indonesia) sejak 2006.
Perjanjian tersebut berlaku selama 50 tahun hingga 2075, dengan nilai sewa periode pertama (lima tahun) sebesar Rp4,445 miliar.
Besaran sewa berikutnya akan ditentukan melalui penilaian ulang (re-appraisal) yang disetujui kedua belah pihak.
Protes Publik dan Dugaan Ketakterbukaan
Tak lama setelah perjanjian diteken, muncul gelombang kritik dari masyarakat dan pegiat lokal.
Isu yang mencuat antara lain dugaan ketidakterbukaan proses penilaian harga sewa, status lahan yang belum jelas, dan indikasi tergesa-gesanya proses penandatanganan.
Mantan Bupati Luwu Timur periode 2005–2015, Andi Hatta Marakarma, menjadi salah satu tokoh yang menyoroti langkah Pemkab.

Ia mengingatkan agar pemerintah tidak sembarangan mengalihfungsikan lahan yang pernah menjadi kompensasi reboisasi hutan PLTA Karebbe.
“Kalau benar lahan itu dulunya kawasan hutan yang sudah direboisasi oleh PT Inco lalu dijadikan kawasan industri, itu jelas menyalahi aturan,” ujar Opu Hatta dalam diskusi publik The Sawerigading Institute di Makassar, 31 Oktober 2025.
Menurutnya, lahan kompensasi seharusnya digunakan untuk mengganti tutupan hutan yang hilang, bukan dialihkan lagi menjadi kawasan industri.
Dugaan Jejak Vale di Balik PT IHIP
Sorotan semakin tajam ketika Asri Tadda, Direktur The Sawerigading Institute (TSI), mengungkap adanya keterkaitan erat antara Vale, Huayou, dan IHIP.
“Kalau kita runut sejak perjanjian kompensasi lahan PLTA Karebbe tahun 2006, lahan yang sekarang disewakan Pemkab ke IHIP sebenarnya kembali lagi ke orbit Vale,” ujarnya di Makassar, 3 November 2025.
Asri menjelaskan bahwa IHIP dibentuk oleh Huayou, yang memang merupakan mitra strategis Vale dalam proyek HPAL Sorowako.
“Sulit memisahkan entitas Vale, Huayou, dan IHIP karena ketiganya punya tujuan bisnis yang sama — membangun smelter HPAL,” tegas Asri yang juga menjabat Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Luwu Timur (KKLT).
Ia mengingatkan, publik Luwu Timur perlu mencermati persoalan ini secara jernih agar potensi pelanggaran hukum dan konflik kepentingan bisa dihindari.

Diskursus Publik Terus Bergulir
The Sawerigading Institute diketahui telah dua kali menggelar forum diskusi terkait proyek ini.
Pertama, pada 17 Oktober 2025 di Hotel MaxOne Makassar bertajuk “Investasi Kawasan Industri dan Kedaulatan Ekonomi Daerah: Siapa yang Diuntungkan?”.
Kedua, 31 Oktober 2025 di ruang redaksi Harian Fajar, dengan tema “Prospek Kawasan Industri di Luwu Timur: Telaah AMDAL dan Regulasi Teknis”.
Diskusi-diskusi tersebut menunjukkan bahwa proyek yang diklaim membawa kemajuan ekonomi justru menimbulkan pertanyaan serius soal tata kelola, transparansi, dan kedaulatan daerah.
***
Investasi besar di sektor nikel memang membuka peluang baru bagi daerah seperti Luwu Timur. Namun, transparansi dan tata kelola yang baik menjadi syarat mutlak agar pembangunan tak berubah menjadi kontroversi berkepanjangan.
Kini, publik menunggu langkah tegas pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa proyek HPAL Sorowako dan kawasan industri di Luwu Timur berjalan dalam koridor hukum dan kepentingan publik — bukan hanya kepentingan korporasi global. (*)
Download laporan investigasi selengkapnya di sini.
Last Updated: November 6, 2025 by TSI
[INVESTIGASI] Fakta di Balik Proyek Besar Smelter HPAL Sorowako di Luwu Timur
LUWU TIMUR — Ambisi membangun kawasan industri pengolahan nikel di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tengah menjadi sorotan publik.
Di balik besarnya investasi dan jargon industrialisasi hijau, terselip rangkaian peristiwa yang mempertemukan kepentingan korporasi global, pemerintah daerah, hingga isu tata kelola lahan publik.
Proyek yang berakar pada kerja sama antara PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd. ini kini memasuki babak baru dengan keterlibatan PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) sebagai pengembang kawasan industri di Malili — dan polemik sewa lahan milik Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
Awal Kolaborasi Vale dan Huayou
Kisah proyek ini dimulai pada 25 Agustus 2023 di Jakarta. Saat itu, Vale Indonesia dan Huayou Cobalt menandatangani perjanjian definitif pembangunan fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Sorowako.
Fasilitas ini dirancang menghasilkan hingga 60.000 ton nikel dan 5.000 ton kobalt per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) — bahan utama baterai kendaraan listrik.
“Langkah ini menjadikan Vale bagian dari solusi dekarbonisasi global,” ujar Febriany Eddy, CEO Vale Indonesia, kala itu.
Proyek tersebut menjadi bagian dari investasi Huayou senilai US$8,6 miliar di Indonesia, sebagaimana ditegaskan Desnee Naidoo, Presiden Komisaris Vale.
Lahirnya PT IHIP
Beberapa bulan sebelumnya, pada Juni 2023, Huayou Cobalt telah mendirikan PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) untuk menopang proyek HPAL Sorowako.
Kepemilikan saham IHIP terbagi antara Huaxing Nickel (Hong Kong) Company Limited (70%) dan PT Rimau Java Investama (30%).
Kemudian, pada Oktober 2023, Huayou menyiapkan investasi awal US$50 juta sebagai modal pembangunan kawasan industri di Kecamatan Malili.
Agar infrastruktur energi kawasan tersebut mandiri, dua anak usaha Rimau Group — PT Green Malili Unity Power dan PT Malili Unity Power — dibentuk untuk menyuplai kebutuhan listrik kawasan industri.
Tahap Konstruksi Proyek HPAL Sorowako
Dalam laporan resmi Huayou Cobalt di Shanghai Stock Exchange pada 29 Mei 2025, Sekretaris Dewan Li Rui memastikan proyek HPAL Sorowako “berjalan stabil” dan akan memasuki fase konstruksi pada 2026.
Nilai investasinya diperkirakan mencapai US$2 miliar, mencakup fasilitas utama HPAL, feed preparation plant, pelabuhan, jalan, hingga sarana penunjang.
Target penyelesaian penuh proyek ini dipatok untuk akhir 2027, sekaligus memperluas portofolio investasi Huayou di Indonesia, setelah sebelumnya terlibat dalam proyek serupa di Pomalaa bersama Vale dan Ford Motor Company.
Kerja Sama Pemkab Lutim dan PT IHIP
Dukungan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur terhadap proyek raksasa ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemkab Lutim dan PT IHIP pada 24 September 2025 di Jakarta Selatan.
Dalam dokumen resmi perjanjian disebutkan, kerja sama tersebut mencakup pemanfaatan tanah hak pengelolaan (HPL) milik Pemkab di Desa Harapan, Kecamatan Malili, seluas 394,5 hektare.
Lahan itu diketahui merupakan tanah kompensasi pembangunan PLTA Karebbe yang disepakati antara Pemkab dan PT Inco (kini Vale Indonesia) sejak 2006.
Perjanjian tersebut berlaku selama 50 tahun hingga 2075, dengan nilai sewa periode pertama (lima tahun) sebesar Rp4,445 miliar.
Besaran sewa berikutnya akan ditentukan melalui penilaian ulang (re-appraisal) yang disetujui kedua belah pihak.
Protes Publik dan Dugaan Ketakterbukaan
Tak lama setelah perjanjian diteken, muncul gelombang kritik dari masyarakat dan pegiat lokal.
Isu yang mencuat antara lain dugaan ketidakterbukaan proses penilaian harga sewa, status lahan yang belum jelas, dan indikasi tergesa-gesanya proses penandatanganan.
Mantan Bupati Luwu Timur periode 2005–2015, Andi Hatta Marakarma, menjadi salah satu tokoh yang menyoroti langkah Pemkab.
Ia mengingatkan agar pemerintah tidak sembarangan mengalihfungsikan lahan yang pernah menjadi kompensasi reboisasi hutan PLTA Karebbe.
“Kalau benar lahan itu dulunya kawasan hutan yang sudah direboisasi oleh PT Inco lalu dijadikan kawasan industri, itu jelas menyalahi aturan,” ujar Opu Hatta dalam diskusi publik The Sawerigading Institute di Makassar, 31 Oktober 2025.
Menurutnya, lahan kompensasi seharusnya digunakan untuk mengganti tutupan hutan yang hilang, bukan dialihkan lagi menjadi kawasan industri.
Dugaan Jejak Vale di Balik PT IHIP
Sorotan semakin tajam ketika Asri Tadda, Direktur The Sawerigading Institute (TSI), mengungkap adanya keterkaitan erat antara Vale, Huayou, dan IHIP.
“Kalau kita runut sejak perjanjian kompensasi lahan PLTA Karebbe tahun 2006, lahan yang sekarang disewakan Pemkab ke IHIP sebenarnya kembali lagi ke orbit Vale,” ujarnya di Makassar, 3 November 2025.
Asri menjelaskan bahwa IHIP dibentuk oleh Huayou, yang memang merupakan mitra strategis Vale dalam proyek HPAL Sorowako.
“Sulit memisahkan entitas Vale, Huayou, dan IHIP karena ketiganya punya tujuan bisnis yang sama — membangun smelter HPAL,” tegas Asri yang juga menjabat Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Luwu Timur (KKLT).
Ia mengingatkan, publik Luwu Timur perlu mencermati persoalan ini secara jernih agar potensi pelanggaran hukum dan konflik kepentingan bisa dihindari.
Diskursus Publik Terus Bergulir
The Sawerigading Institute diketahui telah dua kali menggelar forum diskusi terkait proyek ini.
Pertama, pada 17 Oktober 2025 di Hotel MaxOne Makassar bertajuk “Investasi Kawasan Industri dan Kedaulatan Ekonomi Daerah: Siapa yang Diuntungkan?”.
Kedua, 31 Oktober 2025 di ruang redaksi Harian Fajar, dengan tema “Prospek Kawasan Industri di Luwu Timur: Telaah AMDAL dan Regulasi Teknis”.
Diskusi-diskusi tersebut menunjukkan bahwa proyek yang diklaim membawa kemajuan ekonomi justru menimbulkan pertanyaan serius soal tata kelola, transparansi, dan kedaulatan daerah.
***
Investasi besar di sektor nikel memang membuka peluang baru bagi daerah seperti Luwu Timur. Namun, transparansi dan tata kelola yang baik menjadi syarat mutlak agar pembangunan tak berubah menjadi kontroversi berkepanjangan.
Kini, publik menunggu langkah tegas pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa proyek HPAL Sorowako dan kawasan industri di Luwu Timur berjalan dalam koridor hukum dan kepentingan publik — bukan hanya kepentingan korporasi global. (*)
Download laporan investigasi selengkapnya di sini.
THE SAWERIGADING INSTITUTE
Official Email:
thesawerigadinginstitute@gmail.com
Recent Publications