DPMPTSP Luwu Timur Paparkan Proses Perizinan dan Prospek Kawasan Industri

MAKASSAR –  Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Luwu Timur, Abdul Wahid Sangka, menjadi salah satu narasumber pada Roundtable Discussion Prospek Kawasan Industri di Luwu Timur: Telaah Amdal dan Regulasi Teknis, yang digelar oleh The Sawerigading Institute di Redaksi Fajar, Jumat (31/10).

Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Luwu Timur, Abdul Wahid Sangka,

Dalam paparannya, Wahid menjelaskan bahwa proses perizinan di sektor industri mengikuti mekanisme yang sama di semua tingkatan – baik kabupaten, kota, provinsi, maupun pusat – dengan pelaksanaan menyesuaikan kewenangan masing-masing daerah. Setiap pelaku usaha wajib memenuhi tiga persyaratan dasar sebelum dapat memulai kegiatan usaha, yaitu:

  • Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR),
  • Persetujuan lingkungan, dan
  • Persetujuan bangunan gedung beserta Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

“KKPR menjadi pintu masuk utama. Setelah KKPR dimiliki, baru dapat melanjutkan ke persetujuan lingkungan dan perizinan bangunan gedung,” jelas Wahid.

Terkait Indonesia Huadi Industrial Park (IHIP), Wahid menegaskan bahwa kawasan industri dapat menjadi motor penggerak pembangunan daerah apabila pengelolaan dilakukan sesuai aturan.

Ia menyoroti bahwa sejak 2022 hingga 2024, terdapat sepuluh perusahaan yang mengajukan permohonan pengembangan kawasan industri melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Namun, dari sepuluh perusahaan tersebut, hanya tiga yang memenuhi prosedur sesuai Keputusan Menteri Agraria Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, yakni: Malili Industrial Park (MIB), Indonesia Huadi Industrial Park (IHIP), dan Luwu Timur Industrial Park (LTIP).

Tujuh perusahaan lainnya menggunakan mekanisme KKPR otomatis melalui Pasal 181 OSS, yang sebenarnya hanya berlaku untuk kawasan ekonomi khusus (KEK) atau kawasan industri yang telah ditetapkan.

Setelah evaluasi Kementerian Investasi/BKPM RI, KKPR otomatis untuk tujuh perusahaan tersebut dibatalkan, sehingga hanya tiga kawasan industri yang resmi berproses sesuai aturan.

RTD The Sawerigading Institute

Wahid menjelaskan bahwa KKPR Malili Industrial Park sendiri telah berakhir pada 6 Desember lalu, namun tetap menjadi bagian dari proses PKKPR.

Untuk lokasi yang belum terintegrasi OSS dan RDTR, istilah yang digunakan adalah Persetujuan Kegiatan Pemanfaatan Ruang, sedangkan jika sudah terkoneksi disebut Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR).

Sementara untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), proses perizinan dilakukan melalui Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (RKKPR), yang diterbitkan langsung oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Terkait IHIP, pemerintah daerah, DPMPTSP, dan PUPR dilibatkan sebagai pihak yang memahami kondisi wilayah dan pertanahan.

IHIP awalnya mengajukan permohonan KKPR untuk area seluas lebih dari 900 hektare. Pembangunan kawasan ini direncanakan dalam dua tahap. IHIP telah ditetapkan sebagai PSN sejak 2023, dengan luas awal 30.000 hektare, kemudian setelah evaluasi pada 2024 ditetapkan menjadi 13.000 hektare.

Tahap pertama pembangunan difokuskan pada 1.900 hektare, terdiri atas 1.700 hektare daratan dan 200 hektare laut yang terintegrasi dengan pelabuhan.

Namun, sebagian lahan darat yang diajukan IHIP tumpang tindih dengan lahan Malili Industrial Park seluas 394,5 hektare. Akibatnya, dari 900 hektare yang diajukan, hanya 568 hektare yang disetujui untuk IHIP.

Dengan berakhirnya masa izin MIB dan adanya perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dan IHIP, lahan 394,5 hektare tersebut telah diambil alih oleh IHIP melalui mekanisme sewa-menyewa. Berdasarkan masterplan, sebagian besar area pembangunan utama IHIP justru berada di lahan ini.

Perubahan juga terjadi pada struktur kepemilikan IHIP. Sebelumnya mayoritas saham dimiliki investor asing (PMA) Tiongkok, kini porsi investor Tiongkok tinggal sekitar 5 persen.

Proses AMDAL IHIP ditargetkan rampung pada pertengahan atau akhir November 2025. Setelah AMDAL selesai, pembangunan fisik dapat dimulai dengan ketentuan bahwa kawasan industri wajib menyelesaikan minimal 50 persen prasarana utama dan penunjang sebelum memperoleh izin usaha kawasan industri.

Sebagai PSN, proyek IHIP mendapatkan perlakuan khusus berupa percepatan proses dan dukungan kebijakan, dengan pemerintah daerah berperan aktif dalam mendukung regulasi dan fasilitasi investasi.

Terkait isu lahan 394,5 hektare yang disewakan kepada IHIP dengan nilai yang dianggap rendah, Wahid menegaskan bahwa penetapan sewa dilakukan berdasarkan hasil penilaian tim appraisal independen yang ditunjuk pemerintah daerah. Nilai sewa ditetapkan sebesar ±4,4 miliar rupiah untuk lima tahun pertama, dengan evaluasi setiap lima tahun.

“Semua proses dilakukan sesuai prosedur dan berdasarkan penilaian lembaga resmi, tanpa intervensi atau penetapan sepihak dari pemerintah daerah,” tegas Wahid.

Diskusi publik yang digagas The Sawerigading Institute kali ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, aktivis lingkungan, dan perwakilan pemerintah daerah, yang menyoroti pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam setiap tahapan perizinan kawasan industri di Luwu Timur. (*)